
Diduga Sarat Penyimpangan, Perumahan Subsidi di Lamongan Dilaporkan ke Kejaksaan Negeri
Daerah    Kamis 27 April 2023    09:21:08 WIBLamongan, Krindomemo - Pada Era Pemerintahan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) mencanangkan program sejuta rumah untuk memenuhi kebutuhan hunian masyarakat. Program ini diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Dalam program sejuta rumah tersebut kontribusi pemerintah sebesar 50%. Sebanyak 20% dari anggaran negara berupa rusun, rumah khusus, swadaya, dan lain-lain. Kemudian sebanyak 30% seperti berupa subsidi pembiayaan.
Batasan harga rumah subsidi atau Peraturannya juga sudah jelas tertuang dalam keputusan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ( PUPR ) Nomor 242/KPTS/M/2020.
Namun miris sekali, di lapangan, justru banyak ditemukan kejanggalan dari segi DP, Bunga, dan Angsuran tiap bulannya. Dan hal itu diduga terjadi hampir di semua perumahan subsidi di Kabupaten Lamongan, dan kurang lebih ada 10 titik. Diantara perumahan subsidi Sandria, BLR, Tiara, Tambora, Dmerakmas dan banyak lagi yang lain.
Misalnya saja perihal DP, ketentuan dari yang seharusnya hanya 1% dari harga jual tapi faktanya banyak yang mengeluh karna DP atau yang biasanya marketing menyebut sebagai biaya realisasi terlalu besar bagi para user ( Pengguna KPR ).
Mestinya 1% dari harga jual adalah Rp. 1.500.000,- tapi kenyataannya User banyak yang dikenakan lebih dari itu, yaitu kisaran 8-20 juta. Bahkan lebih mirisnya lagi User juga diduga banyak yang disuruh oleh pihak developer untuk memalsukan slip gaji yang tidak sesuai dengan kenyataannya, mulai dari Rp.8 juta hingga lebih dengan alasan agar pengajuan perumahan subsidi bisa di ACC. Tentunya Hal ini sungguh sangat disayangkan. Apa memang sudah kesepakatan dari tiap Developer, atau hanya permainan marketing saja.
Selain itu, banyak user di lapangan yang mengatakan pada awak media ini, jika mereka juga harus membayarkan biaya provisi kepada pihak Bank sebesar kurang lebih Rp. 3.000.000,-. dalam hal ini pada Bank BTN ketentuan provisi sebesar 0,5% dari total pinjaman, tapi justru kenyataannya lebih dari itu yang dibayarkan.
"Jadi sistemnya, masing-masing user biasanya pada saat pengambilan kunci disuruh dari pihak developer transfer ke tabungan atau rekeningnya sendiri-sendiri yakni Bank BTN, kemudian uang tersebut tidak berselang lama terdebet," pungkas beberapa user.
Padahal dilansir dari informasi situs resmi Ditjen Pembiayaan Infrastruktur (DJPI) Kementerian PUPR, KPR Bersubsidi adalah kredit atau pembiayaan pemilikan rumah yang mendapat bantuan dan kemudahan perolehan rumah dari pemerintah. Berupa dana murah jangka panjang dan subsidi perolehan rumah yang diterbitkan oleh Bank Pelaksana. Baik secara konvensional maupun dengan prinsip syariah.
Adapun jenis KPR Bersubsidi tertuang dalam Program Bantuan Pembiayaan Perumahan yang digelontorkan pemerintah Indonesia melalui kementerian PUPR dalam setiap tahunnya yang ditafsir triliunan rupiah.
Yakni mencakup empat program yang meliputi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) Bantuan Uang Muka (SBUM) kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan masing-masing mendapat Rp.4., Subsidi Selisih Bunga (SSB), dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Selanjutnya, mengenai bunga bank yang seharusnya untuk perumahan subsidi ketentuannya adalah 0,9% pertahun, yang bila dihitung perkiraan Rp. 1.350.000,- jika para user ACC angsuran selama 20 tahun maka menjadi Rp. 27 juta.
Bila harga jual ditambahkan bunga maka dihitung ketemu Rp 177.500.000,- harus dicicil selama 20 tahun, dari perhitungan tiap bulannya user seharusnya membayar kurang lebih Rp 739.000,- per bulan.
Tapi faktanya, user harus membayar tiap bulannya sebesar Rp. 900.000,- sampai Rp. 1.050.000,-. Selisih yang tidak wajar dibandingkan ketentuan, yaitu sekitar 200-300 ribu per bulan.
Bayangkan jika selama 20 tahun maka ditotal kurang lebih Rp. 60.000.000,- tentu nominal yang tidak sedikit. Dan dalam hal ini dana subsidi yang dikucurkan pemerintah untuk perumahan KPR dengan jumlah triliunan rupiah layak untuk dipertanyakan.
Tak hanya itu saja, berdasarkan informasi di lapangan, perumahan subsidi di Lamongan juga banyak yang mengalami kredit macet, dan banyak juga yang dioper kredit diduga tidak sesuai dengan aturan yang ada.
Selain itu, berdasarkan informasi serta croscek awak media ini di lapangan, tak sedikit ditemukan bangunan perumahan subsidi yang dikerjakan asal jadi demi meraup keuntungan lebih dan tidak sesuai dengan brosur pemasaran pada saat ACC atau saat serah terima konci pada user, salah satunya perumahan subsidi Dubailestari dengan pengembang PT. Syafa Mulya Sentosa, yang berada di Desa Pangkatrejo, Kecamatan Lamongan.
Masalahnya, yang tertuang dalam brosur pemasaran menyebutkan, bangunan fasilitas dan spesifikasi teknis, Jalan paving lebar, one gate system, keamanan 24 jam, air PDAM, lampu penerangan jalan, lingkungan sehat lahan terbuka hijau, sarana ibadah, pondasi strous+plat+batu+, WC duduk, ring balok beton bertulang, rangka atap galvalum, plafon rangka hollow+giypsum, genteng beton, galvanis, lantai keramik.
Namun faktanya, material bata ringan bangunan menggunakan bata ringan pecah-pecah alias barang tewaran pabrik, selain itu pemasangan bata ringan minim lem perekat dan terlihat amburadul layaknya bangunan kuno. Selain itu plafon atap, serta kramik juga sudah banyak mengalami kerusakan.
Bak kamar mandi tidak layak banyak yang bocor, serta WC tidak sesuai dengan harapan, menggunakan air bor, dan fasilitas umum lainnya seperti jalan, saluran drainase juga masih amburadul, minim lampu penerangan jalan dan lingkungan bahkan juga minim pengamanan.
“Sehingga tak sedikit rumah yang dibobol maling, dan terkait hal itu kami pihak user sudah komplain ke pengembang tapi tidak digubris, dan yang jelas kami para user sangat kecewa," pungkasnya.
Dalam hal ini dapat disimpulkan, developer di Lamongan, diduga banyak yang melanggar Pasal 62 jo Pasal 8 ayat 1 huruf (e), (f), (g) atau Pasal 9 ayat (h) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Khususnya PT Syafa Mulya Sentosa.
Kuat dugaan hal ini lantaran diduga minimnya pengawasan dari pihak dinas terkait, sehingga ada ruang terbuka bagi developer untuk mengerjakan bangunan perumahan subsidi tidak sesuai RAB, demi mengeruk keuntungan lebih tanpa mempertimbangkan mutu dan kualitas bangunan, serta hak-hak user atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang membeli perumahan subsidi.
Menanggapi hal itu, Tegu selaku pihak Dinas Perkim Kabupaten Lamongan ketika dikonfirmasi melalui sambungan WhatsApp, mengatakan, Jika terkait perumahan subsidi.
Menurut Tegu, Perbedaan Uang Muka bisa dilihat dari beberapa sebab, Cluster Pengembang pada Bank, Umur, Status pekerjaan Kontrak/ Tetap, Status keluarga/lajang, Status Janda/Duda & Anak, Tenor KPR, Piutang, Penghasilan.
"Dari beberapa sebab, diatas bank menganalisa seberapa kuat kemampuan nasabah untuk mengangsur setiap bulannya, agar tidak terjadi keterlambatan angsuran," papar Tegu.
Sementara disoal mengenai banyaknya dugaan pemalsuan dokumen untuk penghasilan atau gaji agar bisa ACC. Padahal menurut aturan gaji kurang dari 4 juta saja sebenarnya sudah bisa.
Serta User tidak punya piutang atau user dirasa mampu ngangsur 10 tahun. Tapi kebanyakan diduga tetap dipaksa 15 tahun hingga 20 tahun.?
Teguh berdalih, dikarenakan aturan di masing-masing bank sebagai penyedia kredit perumahan berbeda-beda. Biasanya kalau uang mukanya besar maka angsuran akan menjadi pendek jangka waktunya.
Karena setiap nasabah yang mau akad akan mencukupi berkas dan interview dengan pihak pengembang dan bank
"Maksud saya kalau uang muka besar otomatis waktu dan angsurannya juga lebih ringan, Bank sudah yang sudah ditunjuk dan mendapat rekomendasi oleh pemerintah otomatis sudah mengikuti aturan dari pemerintah," kilahnya.
Disinggung soal banyaknya bangunan yang diduga melanggar undang-undang konsumen alias bangunan tidak sesuai harapan user, serta dugaan penyimpangan dana SBUM, namun Tegu enggan menjawab.
Sementara terkait persoalan tersebut, berdasarkan informan di lapangan, sudah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Lamongan. Pada tanggal 10 April 2023.
Menurut Kepala Kejari Lamongan Diya Ambarwati saat dikonfirmasi awak media ini menegaskan," laporan sudah diproses dan masih ditelaah," tegasnya.
Berdasarkan fakta - fakta diatas, masyarakat atau user tentunya sangat berharap kepada Kejaksaan Negeri Lamongan memproses laporan tersebut secara profesional dan secepatnya melakukan pemeriksaan terhadap semua bangunan serta oknum-oknum yang berkecimpung dalam penanganan program perumahan subsidi.
Agar hak-hak masyarakat yang seharusnya didapat bisa diperjuangkan sebagai mana mestinya. Dan apa yang tidak seharusnya dibayar ya tidak usa dibayar. Dan Kemana larinya uang-uang subsidi atau biaya yang diduga tidak sesuai aturan tersebut layak diungkap.
Karena masyarakat atau user memperjuangkan untuk memiliki rumah hunian, tapi kenapa justru seolah dimanfaatkan sebagai lahan mengambil keuntungan berjamaah. (Pri/As)
Editor : Eko Asrory